Monday, 16 February 2015

KISAH SI PEDANG ALLAH (BHG1)

Peribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah SAW, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah SAW:
“Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar siang hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash.
Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke lapan Hijrah. Setelah dekat dengan Rasulullah SAW kami memberi salam kenabiannya, Nabi SAW pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadah yang haq…”
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahawa anda mempunyai akal yang sihat dan aku berharap, akal yang sihat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…”
Oleh kerana itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Rom mengarahkan sekitar 200.000 tentera.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”
“Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya setinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi.
Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang lama Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, sopan, rendah hati dan arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!
Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!”  kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Ya, kami setuju!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan-akan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di terajang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya.
Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang bala tentera Rom dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu di medan tempur.
Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentera Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat
Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan  kedua matanya yang tajam. Diaturnya rancangan dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membahagi pasukannya  kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk. Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa itu, sehingga akhirnya ia berjaya membuka jalur luas diantara pasukan Rom. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Kerana prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.
Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, iaitu gelombang kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang baru berkembang ini. Berita-berita tentang pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam keadaan genting seperti ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para sahabat utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.
Sayyidina Ali terpaksa menghalang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang di tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan perang, sembari berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”
Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, di bahagilah tentera Islam menjadi sebelas kesatuan, dengan beban tugas tertentu. Sedang sebagai kepala (ketua) dari keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahawa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik…!”
Khalid pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu tempat medan tempur  ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke kemenangan berikutnya.
Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, agar berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari gabungan aneka ragam tentera murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab..
Khalid bersama pasukannya mengambil kedudukan di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya, sementara Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kederhakaan bersama dengan pasukan tenteranya yang sangat banyak, seakan-akan tak akan habis-habisnya.
Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tempat tinggi yang dekat, lalu ia melayangkan pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia dapat mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.
Ia dapat merasakan, ada rasa tanggungjawab yang mula melemah di kalangan tenteranya di tengah serbuan-serbuan mengejut dari pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuatkan semangat tempur dan tanggungjawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya posisi masing-masing di medan tempur, kemudian ia berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan:
Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!
Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshor pun maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memberikan komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah pertempuran, tentera-tentera pimpinan Musailamah mula berguguran, laksana nyamuk yang menggelempar berjatuhan.
Khalid bin Walid berjaya menyalakan api semangat keberaniannya seperti sengatan aliran elektrik kepada setiap tenteranya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama paratenteranya, bergelimpangan memenuhi seluruh area medan pertempuran dan terkuburlah selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.
Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Iraq, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Iraq. Ia memulakan operasinya di Iraq dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Parsi) dan Gabenor-Gabenornya di semua wilayah Iraq.
Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Parsi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Allah yang telah memporak-porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang solat seperti solat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang Muslim. Ia akan mendapatkan hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewajiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku perlindungan jika tidak, maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu kaum yang berani mati seolah-olah hati mereka kepingan besi, padahal kalian masih sangat mencintai akan kehidupan…!”
Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru Parsi datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan bala tentera yang sangat besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Parsi di Iraq.
Khalid tidak membuang-buang masa, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Parsi tersebut. Dalam perjalanan menuju Parsi ini ia berjaya memperolehi kemenangan-kemenangan, mula dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, lalu Al-Hirah, Al-Ambar, sampai Khadimiah. Di setiap tempat yang berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, kerana di bawah bendera Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas dari penjajah Parsi, dapat berlindung dengan aman.
Rakyat yang dijajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Parsi. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur:
Jangan kalian sakiti para petani, biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian…”.

No comments:

Post a Comment